MIND ID menyelenggarakan "Governance, Risk & Compliance (GRC) Series ke-21 dengan tema “Climate Resilience & Value Creation: A GRC Approach to Managing Climate Risk”

Keterangan Gambar : Webinar GRC Series ke‑21, MIND ID, 24 Oktober 2025


24 Oktober 2025 – MIND ID kembali menyelenggarakan Governance, Risk & Compliance (GRC) Series ke-21 dengan tema “Climate Resilience & Value Creation: A GRC Approach to Managing Climate Risk”. Kegiatan yang dilaksanakan secara daring melalui platform Zoom ini merupakan bagian dari rangkaian pembelajaran internal untuk memperkuat tata kelola perusahaan, manajemen risiko, dan kepatuhan terhadap peraturan di seluruh entitas Grup MIND ID.

Program ini dirancang untuk memperdalam pengetahuan dan keterampilan terkait Governance, Risk & Compliance (GRC) dari berbagai perspektif. Melalui kegiatan ini, peserta diharapkan memperoleh wawasan baru dalam mengidentifikasi, mengukur, dan mengelola risiko bisnis, serta memahami praktik terbaik dalam menerapkan GRC secara efektif guna mencapai tujuan bisnis yang sehat dan berkelanjutan. GRC Series juga menjadi salah satu upaya MIND ID untuk memenuhi kewajiban pembelajaran internal sesuai ketentuan PER/02/MBU/2023.

Kegiatan ini diikuti oleh sekitar 200 peserta yang terdiri dari Dewan Komisaris dan Direksi Grup MIND ID, Komite Audit, Komite Pemantau Risiko, Komite Tata Kelola Terintegrasi, Satuan Pengawas Internal, Unit Kerja GCG, serta Risk Champion dan Risk Owner dari berbagai entitas Grup MIND ID. Hadir pula jajaran pegawai BOD-1 dan BOD-2 serta peserta lain yang relevan dengan pengelolaan risiko.

Sejak pertama kali diselenggarakan, seri pembelajaran GRC telah menghadirkan berbagai topik strategis, mulai dari Integrated Great Corporate Governance, ESG Risk Governance, hingga Sustainability Risk. Dalam edisi ke-21 ini, fokus pembahasan diarahkan pada isu perubahan iklim dan implikasinya terhadap tata kelola dan ketahanan perusahaan.


Dokumentasi: Webinar GRC Series ke‑21, MIND ID, 24 Oktober 2025 (Zoom)

Bahasan Utama: Risiko Iklim dan Nilai Berkelanjutan

Sesi ini dipandu oleh Bapak Arief Rifandi Wiwaha, Department Head ESG Performance and Reporting MIND ID, dengan menghadirkan dua narasumber dari Institut Teknologi Bandung (ITB), yaitu Bapak Prof. Ir. Djoko S.A. Suroso, Ph.D., Kepala Pusat Perubahan Iklim ITB, dan Bapak Dr. Budhi Setiawan, S.T., M.T., pakar perubahan iklim dan manajemen risiko lingkungan.

Kedua narasumber membahas konsep perubahan iklim global dan nasional, risiko fisik dan transisi yang berdampak pada operasi pertambangan dan energi, serta strategi integrasi risiko iklim ke dalam kerangka Enterprise Risk Management (ERM). Mereka juga menyoroti pentingnya kesiapan perusahaan dalam memenuhi standar pelaporan berkelanjutan internasional seperti IFRS Sustainability Disclosure Standards (S1/S2) dan Global Reporting Initiative (GRI).

Pentingnya Keseimbangan antara Mitigasi dan Adaptasi

Dalam pemaparannya, Bapak Djoko S.A. Suroso menekankan bahwa strategi adaptasi iklim perlu mendapat perhatian yang sama besar dengan mitigasi. Berdasarkan hasil riset selama 17 tahun, beliau menjelaskan bahwa peningkatan frekuensi cuaca ekstrem telah berdampak pada berbagai sektor, termasuk energi dan sumber daya air. “Mitigasi memang penting, namun pendanaan dan kebijakan nasional perlu lebih banyak diarahkan untuk adaptasi. Indonesia adalah negara yang paling terdampak, bukan penyumbang terbesar emisi,” ujarnya.

Beliau juga menyoroti pentingnya prinsip keadilan iklim (climate justice), di mana negara-negara industri memiliki tanggung jawab historis untuk berkontribusi lebih besar dalam upaya mitigasi global. “Prinsipnya sederhana, siapa yang berbuat, dia yang bertanggung jawab,” tambahnya.

Dampak Perubahan Iklim terhadap Operasi Pertambangan dan Energi

Sementara itu, Bapak Budhi Setiawan menjelaskan bahwa perubahan iklim kini menjadi variabel utama yang memengaruhi operasi di sektor pertambangan dan energi. Beliau mencontohkan gangguan pasokan batubara akibat gelombang tinggi yang menghambat distribusi bahan bakar ke PLTU di luar Jawa. “Ketika suplai tertunda, efisiensi pembangkitan listrik pun turun. Ini menunjukkan bahwa variabel iklim kini berperan langsung terhadap kinerja operasional,” jelasnya.

Beliau juga menekankan pentingnya pengelolaan air dan risiko lingkungan, serta kewajiban perusahaan untuk melaporkan jejak karbon dan air secara transparan sesuai pedoman Bursa Efek Indonesia. “Ke depan, pelaporan keberlanjutan harus menjadi bagian dari tata kelola perusahaan, bukan sekadar kewajiban administratif,” ujarnya.

Integrasi GRC untuk Ketahanan Iklim Perusahaan

Bapak Budhi menambahkan bahwa adaptasi iklim perlu diintegrasikan dalam sistem manajemen risiko perusahaan mengacu pada ISO 14091. “Integrasi ini perlu lintas fungsi — mulai dari direktur keuangan yang bertanggung jawab pada pelaporan risiko, hingga divisi SDM yang memastikan literasi iklim di seluruh jenjang organisasi,” jelasnya.

Sesi diskusi juga menyinggung tantangan transisi energi nasional dari PLTU batubara menuju energi terbarukan seperti PLTS. Bapak Djoko menilai bahwa transisi ini harus disertai analisis teknis dan ekonomi yang matang agar tidak menimbulkan maladaptation. “PLTS sangat bergantung pada lama penyinaran matahari, sementara batubara pasokannya bisa diatur. Maka, analisis biaya adaptasi sangat penting agar transisi ini efektif,” paparnya.

Penutup

Kegiatan GRC Series ke-21 ditutup dengan refleksi bersama mengenai pentingnya integrasi kebijakan adaptasi iklim ke dalam tata kelola risiko perusahaan. Ibu Annisa Alya Rahma dari panitia mengapresiasi partisipasi aktif seluruh peserta dan narasumber. “Diharapkan diskusi ini menjadi langkah awal untuk memperkuat sinergi antara kebijakan adaptasi, manajemen risiko, dan strategi transisi energi yang berkelanjutan di lingkungan Grup MIND ID,” ujarnya.


Penulis: Ivan Fadila Putra
Redaktur: Yonatan Kurniawan