Workshop “Potensi Blue Carbon Indonesia dalam Perdagangan Karbon”

Workshop “Potensi Blue Carbon Indonesia dalam Perdagangan Karbon”

Pemerintah Indonesia saat ini tengah serius mengatur tentang perdagangan karbon, salah satunya melalui Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon. Sebagai salah satu regulasi turunannya, Peraturan Menteri LHK no. 7 Tahun 2023 tentang Tata Cara Perdagangan Karbon Sektor Kehutanan telah mencakup tata kelola ekosistem mangrove.

Pesisir Indonesia sepanjang 95.000 kilometer adalah rumah bagi ekosistem mangrove terbesar di dunia dengan luas sekitar 3,3 juta hektar atau 23 persen dari luas mangrove dunia. Kawasan ekosistem mangrove menjadi bagian dari blue carbon dimana terdapat banyak potensi penyerapan dan penyimpanan karbon dioksida (CO2) oleh ekosistem pesisir dan laut. Bahkan, mangrove dapat menyerap karbon dengan laju 2-4 kali lebih tinggi daripada hutan terestrial. Hutan mangrove di Indonesia menyimpan 3,14 miliar metrik ton karbon (PgC) (Murdiyarso et al., 2015). Jumlah ini mencakup sepertiga stok karbon pesisir global (Pendleton dkk., 2012).

Potensi ekonomi karbon pada mangrove dapat menjadi semacam win-win solution dalam upaya konservasi kawasan ekosistem tersebut, mengingat di sisi lain kawasan tersebut juga menyediakan jasa ekosistem lain berupa perlindungan pesisir (soft protection) terhadap potensi abrasi dan kenaikan muka air laut, keanekaragaman hayati, ekowisata di wilayah pesisir, dan potensi ekonomi bagi masyarakat pesisir. Selama ini upaya konservasi ekosistem pesisir selalu mengalami tantangan, kendala, bahkan konflik dengan program pengembangan perekonomian di pesisir, sehingga melalui sinergi dengan pemanfaatan potensi ekonomi blue carbon diharapkan dapat menjadi titik balik dalam upaya konservasi tersebut.

Indonesia memiliki komitmen yang kuat dalam upaya pengurangan emisi gas rumah kaca (GRK) dan pengembangan pasar karbon yang berkontribusi pada mitigasi perubahan iklim. Namun sampai saat ini masih belum terdapat peraturan teknis yang lebih rinci yang mengatur ekosistem pasar karbon yang komprehensif dan mengikat, khususnya untuk blue carbon. Keberadaan aturan tersebut sangat mendesak, menimbang aturan ini diharapkan dapat menunjang konservasi mangrove secara efektif dan berkelanjutan dengan penyediaan insentif finansial yang selaras dengan peningkatan nilai ekonomi kawasan serta investasi. Studi-studi terdahulu dari Pusat Perubahan Iklim (PPI) ITB telah mengonfirmasi tentang nilai strategis pengembangan mangrove untuk blue carbon di Indonesia seperti di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur; daerah Kepala Burung di Papua Barat; dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi.

Studi awal oleh PPI ITB terhadap Peta Mangrove Nasional tahun 2021 yang diterbitkan oleh Direktorat Konservasi Tanah dan Air KLHK, menunjukkan bahwa potensi mangrove yang lebat antara lain banyak terdapat di pesisir bagian timur Sumatera, pesisir bagian barat dan timur Kalimantan, pesisir bagian barat Sulawesi, kepulauan Maluku dan sepanjang pesisir Papua. Selain itu, beberapa wilayah pesisir yang perlu mendapat perhatian dalam penegakan konservasi pada kawasan mangrove yang tipis yang tersebar di pesisir utara Pulau Jawa, pesisir selatan Pulau Kalimantan dan pesisir Provinsi Sulawesi Tenggara.

Pada tingkat lokal, studi PPI ITB di kawasan mangrove di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi, merekomendasikan beberapa aspek yang perlu dianalisis dalam proses penilaian potensi mangrove, mulai dari analisis ekosistem (vegetasi, kualitas lingkungan, sedimen), analisis oseanografi, analisis kebijakan, kepemilikan lahan dan pelibatan masyarakat pesisir.

Workshop yang diselenggarakan oleh PPI-ITB ini menyajikan informasi dan mendiskusikan mengenai kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan pengembangan blue carbon di Indonesia dalam perdagangan karbon pada saat ini. Kegiatan ini menghadirkan Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Kemenko Maritim dan Investasi sebagai pembicara kunci guna menyampaikan Posisi blue carbon dalam perdagangan karbon di Indonesia pada saat ini. PPI-ITB juga mengundang partisipasi aktif para pemangku kepentingan, organisasi non-pemerintah, peneliti dan akademisi

Media:

Youtube rekaman workshop:

Diterbitkan